1. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Perencanaan pembangunan sendiri adalah
upaya untuk mengantisipasi ketidakseimbangan yang terjadi yang bersifat
akumulatif, atau sebagai peran arahan bagi proses pembangunan untuk berjalan
menuju tujuan yang ingin dicapai sebagai tolak ukur keberhasilan proses
pembangunan.
Ciri perencanaan pembangunan :
·
Berisi
upaya untuk mencapai perkembangan ekonomi
·
Meningkatnya
pendapatan perkapita
·
Merubah
struktur ekonomi
·
Meningkatnya
kesempatan kerja bagi masyarakat
·
Pemerataan
pembangunan
Apapun definisi perencanaan pembangunan, menurut Bintoro
Tjokroamidjojo, manfaat perencanaan adalah :
·
Dengan
adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya
pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian
tujuan pembangunan
·
Dengan
perencanaan maka dapat dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa
pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan
prospek-prospek perkembangan, tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan
resiko-resiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan supaya
ketidakpastian dapat dibatasi seminim mungkin
·
Perencanaan
memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara yang
terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik
·
Dengan
perencanaan dapat dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih urutan-urutan
dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya
·
Dengan
adanya rencana maka akan ada suatu alat pengukur untuk mengadakan suatu
pengawasan dan evaluasi
·
Penggunaan
dan alokasi sumber-sumber pembangunan yang terbatas adanya secara lebih efisien
dan efektif. Diusahakan dihindarinya keborosan-keborosan. Suatu usaha untuk
mencapai output/ hasil secara maksimal daripada sumber-sumber yang tersedia
·
Dengan
perencanaan, perkembangan ekonomi yang mantap atau pertumbuhan ekonomi yang
terus menerus dapat ditingkatkan
·
Dengan
perencanaan dapat dicapai stabilitas ekonomi, menghadapi siklis konjungtur
Dalam sejarah perkembangannya, perencanaan
pembangunan ekonomi di Indonesia dibagi dalam beberapa periode, yakni:
Periode Sebelum Orde Baru, dibagi dalam:
·
Periode
1945-1950
·
Periode
1951-1955
·
Periode
1956-1960
·
Periode
1961-1965
Periode Setelah Orde Baru, dibagi dalam:
Periode 1966 s/d 1958, Periode Stabiitasi dan Rehabilitasi
·
Periode
Repelita I :
1969/70-1973/74
·
Periode
Repelita II : 1974/75-1978/79
·
Periode
Repelita III : 1979/80-1983/84
·
Periode
Repelita IV : 1984/85-1988/89
·
Periode
Repelita V : 1989/90-1993/94
Secara ringkas perkembangan rencana
pembangunan dan stretegi yang dipergunakan dapat dilihat dibawah ini :
PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA
STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI
KEBIJAKSANAAN YANG MENDUKUNG DAN MENGHAMBAT TERCAPAINYA
TUJUAN PEMBANGUNAN EKONOMI
1. Periode 1945-1950
a) Perencanaan Hatta (1947)
b) Rencana Kasino, Plan Produksi Tiga
Tahun RI 1948-1950
c) Rencana Kesejahteraan Istimewa
1950-1951
Catatan:
·
Periode
1945-1950 ini pada dasarnya masih merupakan periode revousi, yaitu dalam
situasi mempertahankan kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1945
·
Periode
1945-1950, di Indonesia memberlakukan 2 UUD, yakni:
1. UUD 1945, yang berlaku dari Agustus 1945-Desember 1949
2. Konstitusi RIS, yang berlaku dari Desember 1949-Agustus
1950
Landasan:
·
Pasal
33 UUD ‘45
Strategi:
·
Meningkatkan
kemakmuran rakyat dengan cara:
1)
Memperbaharui
tenaga produktif
2)
Jalan
industrilisasi dengan tetap mendasarkan diri sebagai negara agraris
Kebijaksanaan yang mendukung:
·
Kebutuhan
negara lain akan produk Indonesia masih tinggi, khususnya barang-barang
pertanian sebagai bahan baku industri
·
Barang
sintetis belumlah dominan
·
Fluktuasi
harga barang ekspor Indonesia sewaktu mengalami kenaikan
·
Pinjaman
luar negeri, baik modal asing, merupakan pinjaman yang dianjurkan
Kebijaksanaan yang menghambat:
·
Perekonomian
Indonesia belum stabil sebagai akibat masa peralihan dari perekonomian
penjajahan (Belanda dan Jepang) ke perekonomian kemerdekaan
·
Inflasi
yang diakibatkan oleh tindakan Belanda yang tetap menginginkan Indonesia
sebagai negara jajahannya, serta defisit APBN
·
Sangat
tergantung pada fluktuasi tingkat harga barang ekspor Indonesia di pasar
Internasional
·
Kabinet
yang silih berganti sebagai akibat situasi politik yang belum stabil (agresi
Belanda tahun 1947 dan 1948) sehingga tidak ada kebijaksanaan ekonomi yang
berkesinambungan
·
Terbatasnya
dana saat itu
·
Rencana
yang belum/ tidak dijabarkan dalam langkah-langkah yang konkret misalnya dalam
bentuk alokasi dana
·
Perhatian
pemerintahan masih ditekankan pada mempertahankan kemerdekaan dari serangan/
agresi dari luar
·
Rencana
yang dibuat belum memiliki dasar politis
2. Periode 1951-1955
Perencanaan urgensi perekonomian (1951) yang diusukan
oleh Sumitro Djojohadikusumo
Catatan:
·
Periode
1951-1955 merupakan periode pemantapan kemerdekaan. Kemerdekaan Indonesia telah
diakui secara Internasional tetapi Irian Barat masih belum diserahkan Belanda
·
Pada
priode ini Indonesia memberlakukan UUDS dari 15 Agustus 1950-5 Juli 1959 yang
pada dasarnya menggambarkan rapuhnya persatuan di antara bangsa Indonesia
sendiri
·
Rencana
pembangunan Ekonomi ini hanya mencakupi waktu 1951 dan 1952
·
Dari
tahun 1952-1955 tidak ada rencana pembangunan ekonomi yang disusun oleh
pemerintah
Landasan:
·
Tidak
dirumuskan secara eksplisit
Strategi:
·
Peningkatan
nilai kemakmuran masyarakat dengan cara:
1)
Mendorong
berkembangnya industri-industri kecil
2)
Meningkatkan
kemajuan badan-badan koperasi dan memperkuat organisasi-organisasi dan
perkumpulan-perkumpulan untuk usaha perniagaan kecil dan menengah
3)
Mendorong
berkembangnya industri berat yang akan menjadi unsur-unsur penyokong yang
memudahkan dan memperkuat kemajuan perindustrian dalam negeri di daerah-daerah
4)
Peranan
pemerintah diharapkan dominan dalam pelaksanaan rencana ini
Yang mendukung:
·
Perang
Korea pada tahun 1951 yang mengakibatkan penerimaan Indonesia meningkat
sehingga relatif ada dana (dikenal dengan istilah Korea-Boom)
Yang menghambat:
·
Inflasi
yang tidak dapat lagi dikendalikan sebagai akibat defisit anggaran yang semakin
meningkat
·
Penggunaan
surplus perdagangan yang tidak terarah
·
Kebijaksanaan
keuangan yang tidak mendorong berkembangnya investasi
·
Kabinet
masih silih berganti yang mengakibatkan tidak adanya rencana/ program yang
berkesinambungan
·
Sifat
rencana yang sangat pendek (hanya 2 tahun) dan tidak mempunyai dasar politis
(tidak ada persetujuan DPR)
3. Periode 1956-1960
Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (RTLP) 1956-1960
Catatan:
·
Dalam
periode ini kabinet masih silih berganti
·
Sengketa
Irian Barat yang semakin meningkat yang mengakibatkan dinasionalisasikan
perusahaan-perusahaan Belanda
·
Perkembangan
politik di negeri semakin panas yang mengakibatkan perekonomian Indonesia
berkembang ke arah yang tidak menentu
Landasan:
·
Secara
eksplisit tidak dirumuskan
Strategi:
·
Meningkatkan
pendapatan masyarakat dengan mengalokasikan dana tahunan sebagai berikut:
1)
Untuk
pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan ....13%
2)
Untuk
pengairan dan proyek-proyek multipurpose ...25%
3)
Untuk
alat-alat perhubungan ...25%
4)
Pertambangan
an industri ...25%
5)
Untuk
urusan sosial (pengajaran, kesehatan, peumahan, dsb.) ...12%
Yang mendukung:
·
Secara
politis RUU tentang RLTP ini telah disetujui oeh DPR
Yang menghambat:
·
Dalam
pelaksanaan ternyata garis-garis besar rencana itu perlu diubah, baik dalam
target maupun dalam pembiayaan
·
Rencana
yang disusun tidak/ kurang memperhatikan potensi yang ada
·
Inflasi
yang semakin tidak terkendali sebagai akibat defisit APBN yang semakin besar
·
Pendapatan
pemerintah dari ekspor sangat menurun sebagai akibat dari resesi ekonomi yang
dialami AS dan Eropa Barat selama akhir 1957 dan permulaan 1958
·
Terjadinya
gangguan keamanan dalam negeri sebagai manifestasi ketengan antara pusat dan
daerah, dengan perkataan lain stabilitas politik tidak ada
·
Kemampuan
adaministratif untuk menjamin pelaksanaan rencana masih sangat rendah
4. Periode 1961-1965
Perencanaan Pembangunan Nasioanl Semesta Berencana 1961-1965
Catatan:
·
Periode
ini diwarnai oleh perkembangan politik yang semakin panas (pembebasan Irian
Barat, anti Malaysia dan juga konflik antar partai politik)
·
Rencana
ini terpaksa dihentikan di tengah jalan sebagai akibat adanya pemberontakan PKI
tahun 1965 (Aksi G.30.S.PKI)
Landasan:
·
Manifesto
politik No. 1/1960 dan Deklarasi Ekonomi 1963
Strategi:
·
Meningkatkan
kemakmuran masyarakat dengan asas Ekonomi Terpimpin
Yang mendukung:
·
Ada
niat untuk membangun dengan suatu rencana yang jelas yang juga diikuti dengan
kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu
Yang menghambat:
·
Rencana
ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim dianut, yang antara lain
tidak mempertimbangkan dana untuk membiayainya
·
Defisit
anggaran yang semakin meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi tahun 1965
(650% /tahun) telah merusak sendi-sendi perekonomian secara menyeluruh
·
Peraturan
yang ada tidak dilaksanakan secara konsisten
·
Stabilitas
politik tidak ada, bahkan terjadi pemberontakan PKI tahun 1965
·
Tenaga
pendukung (administrasi) yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan rencana masih
sangat lemah bahkan semakin diperlemah karena adanya inflasi yang tidak
terkendali
·
Rencana
ini pada dasarnya hanya untuk mendinginkan situasi politik yang sedang
panas
5. Periode 1966-1969
Periode stabilitasi dan rehabilitasi ekonomi 1966-1969
Catatan:
·
Dengan
pemberontakan PKI tahun 1965, Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana
praktis tidak berlaku lagi
·
Setelah
pemberontakan PKI ditumpas, lahirlah masa Orde Baru
·
UU
Perbankan tahun 1968 diberlakukan
·
Kebijaksanaan
3 Oktober 1966 yang mmengambil langkah-langkah di bidang keuangan negara,
moneter dan perdagangan yang berkisar pada:
Penertiban keuangan negara yang serba sulit pengaturan
kembali urusan moneter dan dunia perbankan
Memberikan kebebasan kepada dunia perdagangan yang
terbelenggu oleh sistem jatah yang tidak wajar dan oleh peraturan
berbelit-belit yang mematikan inisiatif rakyat/ masyarakat
·
Kebijaksanaan
ini berintikan bertujuan membendung laju inflasi
Landasan:
·
TAP
MPRS No. XXIII/MPRS/1966 yang juga merupakan GBHN yang pertama
Strategi:
·
Meningkatkan
kemakmuran rakyat/ masyarakat (GNP) dengan memperbaharui kebijaksanaan dalam
bidang ekonomi keuangan dan pembangunan dengan cara:
1)
Penilaian
kembali daripada semua landasan-landasan kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan
pembangunan agar diperoleh keseimbangan yang tepat antara upaya yang diusahakan
dan tujuan yang hendak dicapai
2)
Melaksanakan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen
3)
Stabilisasi
dan rehabilitasi yang mencakup (jangka pendek)
Pengendalian
inflasi :
Pencukupan kebutuhan pangan
Rehabilitasi prasarana ekonomi
Peningkatan kegiatan ekspor
Pencukupan kebutuhan sandang
·
Pembangunan
yang terencana dan konsisten (jangka panjang) yang skala prioritasnya adalah:
Bidang pertanian
Bidang prasarana
Bidang industri
Yang mendukung:
·
Program
ini dilandasi ketetapan MPRS sehingga mempunyai nilai politis
·
Dalam
rencana ini dirumuskan secara tajam adanya skala prioritas nasional yakni
bidang ekonomi
·
Skala
prioritas dalam bidang ekonomi juga menegaskan adanya patokan utama yakni
dilaksanakannya proyek-proyek yang menghasilkan barang dan jasa yang sangat
diperlukan bagi keperluan rakyat banyak
·
Dalam
operasionalnya, dibedakan dengan jelas antara program stabilisasi dan
rehabilitasi dengan program pembangunan
·
Dibedakannya
antara pembangunan jangka pendek dan jangka panjang dalam pembangunan ekonomi
·
Diberlakukannya
kebijaksanaan dalam bidang ekonomi yang konsisten disertai dengan penertiban
keuangan pemerintah melalui kebijaksanaan APBN yang seimbang
·
Kebijaksanaan
dalam bidang ekonomi tersebut adalah:
Peraturan-peraturan 3 Oktober 1966
Peraturan bulan Februari 1967
Peraturan 28 Juli 1967
·
Kehidupan
politik yang relatif stabil
Yang menghambat:
·
Harga
barang-barang ekspor Indonesia di pasaran Internasional menurun. Dan juga
merosotnya hasil produksi barang-barang ekspor, menurunnya mutu kekurangan
bahan-bahan baku/ penolong serta peralatannya, keadaan infrastruktur yang
menghambat jalannya ekspor
·
Aspek
administrasi yang belim menunjang
·
Mulai
dikembangkannya secara relatif cepat barang-barang sintetis di negara maju
sehingga mengurangi permintaan produk Indonesia
·
Peranan
sektor pertanian yang masih tinggi
6. Periode 1969/70-1973/74
Catatan:
·
Dalam
Repelita I sasaran utama yang hendak dicapai adalah meningkatkan produksi
nasional dengan tetap mempertahankan stabilisasi
·
Kebijaksanaan
industri dilakukan sebagai industri pengganti barang-barang impor (yang perlu
diproteksi) yang pada dasarnya merupakan benih ekonomi biaya tinggi
·
Untuk
mengatasi kekurangan dana pemerintah memberlakukan kebijaksanaan pinjaman luar
negeri dan mengundang modal asing
·
Kebijaksanaan
ekonomi yang menonjol dalam Repelita I adalah:
·
Peraturan
Pemerintah No. 16 tanggal 17 April 1970
·
Pada
tanggal 23 AGUSTUS 1971 pemerintah mengubah kurs rupiah dari Rp 378,- menjadi
Rp 415,- untuk US $ 1
·
Pertumbuhan
ekonomi periode 1970 s/d 1975 adalah +/- 6,5%
Landasan:
·
TAP
MPRS XXIII/MPRS/1966
Strategi:
·
Meningkatkan
(GNP) dengan tetap menjaga stabilisasi ekonomi dan pada saat yang bersamaan
meningkatkan investasi di sektor yang diprioritaskan (pertanian, prasarana,
industri). Sasarannya adalah perombakan struktural perekonomian Indonesia
Yang mendukung:
·
Tingkat
inflasi sudah dapat dikendalikan dan disiplin penggunaan keuangan pemerintah
semakin mantap yang nampak dalam penyusunan dan pelaksanaan APBN. Dengan
perkataan lain perekonomian nasional sudah semakin stabil
·
Pemberlakuan
kebijaksanaan baru pemerintah di bidang perdagangan, ekspor-impor dan devisa
yang dituangkan dalam PP R.I. No. 16 tahun 1970
·
Dialokasikannya
dana dalam APBN untuk pembangunan pedesaan pada khususnya dan pembangunan
daerah pada umumnya
·
APBN
tetap dipertahankan seimbang
·
PMDN
dan PMA yang semakin meningkat
·
Situasi
politik yang semakin stabil
Repelita memiliki dasar politis yang kuat yaitu berpedoman
pada TAP MPR
·
Segi
administrasi dan kelembagaan yang mulai berkembang (berfungsi)
Yang menghambat:
·
Dalam
perekonomian yang semakin terbuka, Indonesia semakin dipengaruhi oleh fluktuasi
perekonomian Indonesia
·
Daya
beli masyarakat Indonesia masih rendah, kurang mendukung berkembangnya
industrilisasi, khususnya pengganti barang-barang impor
·
Semakin
dirasakannya perbedaan/ kesenjangan pendapatan antar golongan dan juga antar
daerah, karena investasi yang dilakukan ternyata padat modal dan terpusat di
daerah-daerah tertentu (khususnya kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya
dll)
·
Krisis
moneter dunia
·
Pengawasan
pembangunan yang masih lama
7. Periode 1974/75-1978/79
Repelita II
Catatan:
·
Pada
periode ini harga minyak bumi meningkat pesat sehingga meningkatkan dana
pembangunan
·
Devaluasi
Rupiah tanggal 15 Nopember 1978, dari Rp 415,-/US $ 1,- menjadi Rp 625,-/US $
1,-
·
Target
pertumbuhan yang hendak dicapai 7,5%
·
Mulai
dikembangkan pembangunan yang berwawasan ruang dengan membentuk wilayah-wilayah
pembangunan
·
Krisis
pertamina, tidak mampunya Pertamina melunasi utang jangka pendeknya
·
Krisis
beras akibat kemarau panjang
·
Mulai
dikembangkan pembangunan yang berwawasan ruang dengan membentuk wilayah-wilayah
pembangunan
·
Krisis
pertamina, tidak mampunya Pertamina melunasi utang jangka pendeknya
·
Krisis
beras akibat kemarau panjang
Landasan:
·
GBHN
1973
Strategi:
·
Meningkatkan
(GNP) dengan sasaran:
·
Tersedianya
pangan dan sandang yang serba cukup dengan mutu yang bertambah baik dan terbeli
oleh masyarakat
·
Tersedianya
bahan-bahan perumahan dan fasilitas lain yang diperlukan, terutama untuk rakyat
banyak
·
Keadaan
prasarana yang semakin meluas dan sempurna
·
Kesejahteraan
rakyat yang lebih baik dan lebih merata
·
Memperluas
kesempatan kerja
Yang mendukung:
·
Stabilisasi
ekonomi tetap dipertahankan yaitu dengan tetap mempertahankan APBN yang
seimbang
·
Harga
minyak bumi yang meningkat pesat
·
Situasi
politik yang relatif stabil
Yang menghambat:
·
Peranan
pemerintah yang semakin dominan, menghambat pasrtisipasi rakyat/ masyarakat
·
Perekonomian
Internasional yang mulai dihinggapi krisis yang mengakibatkan menurunnya
penerimaan ekspor di luar minyak. Di pihak lain kebutuhan devisa untuk impor
meningkat
8. Periode 1979/80-1983/84
Repelita III
Catatan:
·
Repelita
III memberikan perhatian yang lebih mendalam pada peningkatan kessejahteraan
dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan laju pembangunan di daerah-daerah
tertentu, peningkatan kemampuan yang lebih cepat dari golongan ekonomi lemah,
pembinaan koperasi, peningkatan produksi pangan dan kebutuhan pokok lainnya,
transmigrasi, perumahan, perluasan fasilitas pendidikan, perawatan kesehatan
dan berbagai masalah sosial lainnya
·
Target
pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai 6,5%
·
Deregulasi
perbankan 1 Juni 1983 mulai diberlakukan. Sementara itu masalah ‘deregulasi’
dan ‘debirokratisasi’ muncul secara mencolok
·
Mulai
1 Januari 1984 diberlakukan UU Pajak yang baru
·
Indonesia
mulai swasembada beras
·
Devaluasi
Rupiah tanggal 31 Maret 1983 dari Rp 625,- menjadi Rp 970,- per US $ 1,-
·
Pemberlakuan
Keputusan Presiden No. 10/1980 tentang sentralisasi pengadaan keperluan
pemerintah
·
inpres
No. 51/1984
Landasan:
·
Pasal
4 ayat 1 UUD 1945
·
TAP
MPR No. IV/MPR/1978 (GBHN)
·
TAP MPR No. VII/MPR/78
·
Keputusan
Presiden T.I. No. 59/M tahun 1978
Strategi:
·
Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5% dengan berlandaskan pada Trilogi Pembangunan
yang meliputi:
·
Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat
·
Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi
·
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Asas pemerataan tampil sangat tajam dalam Repelita III yaitu dengan
dituangkannya 8 jalur pemerataan
Yang mendukung:
·
Sasaran
yang ingin dicapai diikuti oleh kebijaksanaan pada bidangnya yang konsisten
·
Tingkat
inflasi dapat dikendalikan
·
Situasi
ekonomi pada umumnya sudah lebih baik sehingga memungkinkan pertumbuhan,
khususnya sektor informal
Yang menghambat:
·
Gejala
ekonomi dunia yang belum juga mereda
·
Harga
minyak bumi yang mulai mengendor sehingga sangat mengurangi penerimaan
pemerintah
9. Periode 1984/85-1988/89
Repelita IV
Catatan:
·
Sasaran
pertunbuhan dalam Repelita IV adalah 5%
·
Dalam
bidang politik diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi organisasi
sosial politik serta organisasi kemasyarakatan lainnya demi kokohnya persatuan
dan kesatuan bangsa
·
Deregulasi
dan debirokratisasi merupakan kebijaksanaan yang menyolok dalam kurun waktu
Repelita IV
·
Diumumkan
devaluasi pada tanggal 12 September 1986 yang diikuti dengan
kebijaksanaan-kebijaksanaan lainnya yang menunjang kebijaksanaan devaluasi
·
Pemberlakuan
Inpres No. 4/1985 tangga 4 April 1985 mengenai penggunaan SGS sebagai upaya
meniadakan ekonomi biaya tingkat tinggi
·
Pengaktifan
kembali penggunaan instrumen moneter berupa fasilitas diskonto ulang,
sertifikat BI, surat berharga pasar uang
·
APBN
1986/1987 volumenya secara absolut menurun dari APBN tahun sebelumnya
·
Rephasing
investasi-investasi besar
·
Pemberlakuan
Paket 6 Mei 1986 untuk meningkatkan daya kompetisi ekspor non-migas dan menarik
penanaman modal
·
Pemberlakuan
keputusan 25 Oktober 1986 dan 15 Januari 1987 yang pada dasarnya untuk sebagian
meniadakan adanya importir tertunjuk
·
Pembayaran
utang luar negeri melampaui DSR
·
Pemberlakuan
kebijaksanaan 25 Oktoer 1986 dan 15 Januari 1987
·
Terjadi
‘mini krisis’ pada September 1984 dan pembelian cadangan devisa Desember 1986,
terakhir ini diatasi dengan ‘gebrakan Sumarlin
Landasan:
·
Pasal
4 ayat 1 UUD 1945
·
TAP
MPR No. II/1983 tentang GBHN
·
TAP
MPR No. /1983 mengenai pelimpahan tugas dan wewenang kepada Presiden/
Mandataris MPR dalam rangka pensuksesan dan pengamanan pembangunan nasional
·
Keputusan Presiden No. 7/1979 tentang Repelita
III
·
Keputusan
Presiden No. 45/M tahun 1983 tentang pembentukan kabinet pembangunan IV
Strategi:
·
Peningkatan
pertumbuhan ekonomi dengan sasaran diletakkan pada pembangunan di bidang
ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha
memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun maupun ringan yang
akan terus dikembangkan dalam Repelita selanjutnya. Sejalan dengan itu
pembangunan dalam bidang politik, sosial budaya, pertahanan keamanan dan
lain-lain akan semakin ditingkatkan sepadan dan agar saling menunjang dengan
kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh pembangunan di bidang ekonomi
Yang mendukung:
·
Ekspor
barang non-migas dapat meningkat. Bahkan pada tahun terakhir Repelita IV telah
dapat melampaui nilai ekspor minyak bumi
·
Penerimaan
dalam negeri meningkat khususnya setelah diberlakukannya UU Perpajakan 1
Januari 1984
·
Dilanjutkan
dan dikembangkannya pemberian kredit investasi kecil (KIK), kredit modal kerja
permanen (KMKP), dan kredit candak kulak (KCK)
·
Tetap
dipertahankan APBN yang seimbang, serta inflasi tetap dapat terkendali
·
Kegiatan
investasi tetap berjalan
Yang menghambat:
·
Sumber
penerimaan dari minyak bumi menurun sangat tajam
·
Proteksi
yang diberlakukan oleh negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat yang
merupakan pasar barang ekspor Indonesia terbesar
·
Perekonomian
Internasioanl yang masih belum menentu
·
Menurunnya
nilai dolar tehadap mata uang asing lainnya sehingga melipatgandakan utang
Indonesia
Sejak dimulainya masa Orde Baru sebenarnya perencanaan ekonomi
Indonesia telah dijabarkan dalam beberapa fase perencanaan, yakni:
UUD 1945
Sebagai landasan
GBHN
Sebagai rencana jangka panjang
REPELITA
Sebagai rencana jangka menengah
APBN
Sebagai rencana jangka pendek
Sedangkan sebagai lembaga perencana yang ada di Indonesia
adalah:
BAPPENAS, sebagai Badan Perencanaan Pembangunan di
Indonesia, merupakan lembaga pemerintah non-dapartemen yang berkedudukan
langsung di bawah dan bertanggungjawab pada Presiden. Badan ini memiliki fungsi
membantu Presiden di dalam menetapkan kebijaksanaan di bidang perencanaan
pembangunan nasional, serta menilai pelaksanaannya.
BAPPEDA tingkat I untuk melaksanakan perencanaan daerah
tingkat I (Provinsi), dan
BAPPEDA tingkat II untuk melaksanakan perencanaan daerah
tingkat II (Kabupaten dan Kotamadya).
www.Miftah-Huljannah.blogspot.com